Dampak Dari Sampah Popok Sekali Pakai untuk Lingkungan dan Kesehatan
Kamis, 12 Desember 2019
Cara Memilih Kantong Sampah Plastik Yang Baik,
Harga Kantong Plastik Buat Sampah,
Jenis Kantong Sampah Plastik,
Jumlah Lembar Kantong Sampah Per Kg
Edit
Jual Kantong Sampah Best Quality - Lim Corporation
Ketika tidur malam hari atau sedang bepergian jauh, popok sekali pakai menjadi solusi bagi Sandra Shinta untuk mengatasi kerepotan gonta-ganti celana saat anak buang air kecil atau besar. Sandra menggunakan popok untuk anaknya ketika sang buah hati berusia satu hingga tiga tahun.Menurutnya, anak yang berumur di bawah tiga tahun kerap buang air kecil sebab mereka masih sering minum air susu. Popok sekali pakai pun dirasa mampu meringankan pekerjaan Sandra yang sehari-hari mengurus sang anak tanpa bantuan orangtua atau babysitter.
“Kami bepergian bisa naik transportasi umum atau kendaraan pribadi, rasanya tidak hanya orangtuanya yang nyaman tapi anak juga. Selain itu, kalau buang air besar, jadi lebih aman karena kami orangtua tidak akan panik dan bingung untuk membersihkan. Tinggal lepas, bersihkan anak, dan ganti dengan popok yang baru,” aku Sandra kepada Tirto.
Baca Juga:
Berbeda dengan Sandra, Lady Denker (26) menggunakan popok sekali pakai untuk anaknya sejak sang buah hati berusia dua bulan. Ketika dihubungi Tirto, Lady mengatakan bahwa ia masih memakaikan popok pada sang anak yang kini berumur sembilan bulan setiap hari. “Setahuku, rata-rata sampai [usia] dua tahun begitu sudah bisa toilet training, baru bisa lepas popok sekali pakai,” katanya.
Lady menjelaskan bahwa volume air kencing semakin banyak seiring bertambahnya usia sang anak. Jika anaknya memakai popok kain maka Lady akan kerepotan membersihkan perlak dan kain kasur yang bau pesing terkena pipis. Cucian popok kain pun menumpuk. "Satu lagi, najisnya [juga] bikin kepikiran."
Kepraktisan popok sekali pakai juga membuat Emi Zulaifah (50) memilih menggunakan produk tersebut untuk dua anaknya. Emi mengatakan bahwa popok sekali pakai mulai banyak dijual dengan harga ramah kantong sejak tahun 2000-an.
Menurut Emi, ia tidak memakai popok sekali pakai saat membesarkan anak pertama hingga ketiga yang lahir tahun 1990-an. Alasannya, harga popok waktu itu jauh lebih mahal daripada yang dijual saat ini. Jumlahnya pun belum sebanyak sekarang. Akibatnya, Emi hanya memakaikan popok sekali pakai pada ketiga anaknya ketika hendak bepergian.
“Saya mengalami dua masa ketika saya pakai popok kain karena popok sekali pakai belum populer. Jika tidak ada popok sekali pakai, sebenarnya para ibu akan terbiasa memakai popok kain juga. Tapi sekarang popok sekali pakai ada dan murah. Mbak-mbak yang bekerja di rumah saya tahu betul cara cari popok diskonan,” ujar Emi kepada Tirto.
Persoalan Sampah Popok Sekali Pakai
Nyaman dan praktis. Itulah alasan para orangtua memilih popok sekali pakai, sebuah produk yang dianggap meringankan pekerjaan orangtua.
Namun, kehadiran popok sekali pakai juga menyisakan permasalahan sampah yang tak hanya berpotensi mencemari lingkungan tapi juga mempengaruhi kesehatan manusia.
Seperti yang dilaporkan Mongabay, popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut, yakni 21% menurut riset Bank Dunia pada 2017. Di peringkat pertama ada sampah organik yang besaran angkanya mencapai 44%. Selain itu, ada pula tas plastik (16%), sampah lain (9%), pembungkus plastik (5%), beling kaca dan metal (4%), serta botol plastik (1%).
The Guardian mencatat sebanyak 3 miliar dan 20 miliar popok sekali pakai dibuang di Inggris dan Amerika setiap tahunnya. Adapun Australian Science melaporkan bahwa penduduk Australia menggunakan 5.6 juta popok sekali pakai setiap harinya. Sumber yang sama mengatakan bahwa 2 miliar popok sekali pakai dibuang ke tempat pembuangan sampah di Australia setiap tahunnya.
Prigi Arisandi, Direktur LSM Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), mengatakan sampah popok juga menjadi persoalan sungai-sungai yang terletak di pulau Jawa. Ia menjelaskan bahwa sampah popok ditemukan di sungai besar seperti Kali Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Progo. Di Sungai Brantas, Ecoton memperkirakan sebanyak 3 juta popok sekali pakai dibuang warga ke kali setiap hari.
Kepada Tirto, Prigi menjelaskan bahwa popok sekali pakai mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) sebanyak 42% yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air. Apabila terurai dalam air, zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Senyawa ini dapat menyebabkan perubahan hormon pada ikan.
"Pembuahan ikan berlangsung secara eksternal. Sperma keluar dan ovumnya keluar. Kondisi air sangat berpengaruh. Kalau enggak mati ya berubah kelamin. Di Kali Brantas, sejak tahun 2011-2013, 80%-85% itu ikannya betina. Normalnya kan 50:50. Tahun 2013 ada penelitian yang melaporkan gangguan: ikan betina matang sementara ikan jantannya itu mandul. Tahun 2013, peneliti Perancis dan Universitas Brawijaya menemukan 20% ikan di hilir Sungai Brantas itu mengalami intersex atau satu tubuh ada dua kelamin,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Prigi, 55% bahan pokok pembuat popok sekali pakai adalah plastik yang notabene membutuhkan waktu lama untuk terurai. “Temuan terakhir kami bulan Juni sampai Juli 2018 ada fragmen plastik dan fiber yang menyerupai bahan baku popok pada lambung ikan Kali Brantas yang kami teliti."
Prigi mengakui bahwa kebanyakan orang memilih popok sekali pakai karena faktor nyaman, praktis, murah, dan ada di mana-mana. Di Jawa Timur, persoalan membuang sampah di sungai didorong pula oleh mitos suluten; masyarakat percaya bahwa membakar atau membuang popok di tempat sampah dapat menyebabkan ruam dan iritasi.
Dalam menyikapi persoalan sampah popok, Prigi menilai bahwa seharusnya produsen menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR) yang telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. EPR, menurut Prigi, mengharuskan para produsen bertanggung jawab atas sampah dari produk yang mereka hasilkan.
“Produsen juga harusnya membuat semacam SOP yang menjelaskan bahwa kotoran harus dibersihkan dahulu sebelum dibuang ke tempat sampah dan menghimbau agar tidak membuang popok ke sungai,” ujar Prigi.
Selain itu, pemerintah perlu membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan teknologi sanitary landfill atau lahan urug saniter. Pasalnya, popok termasuk dalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak bisa dicampur dengan sampah lain.
Sejak tahun lalu, Prigi mengatakan bahwa Ecoton telah bertemu dengan pihak dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, Dirjen Pengelolaan Sampah B3, dan dinas-dinas provinsi Jawa Timur untuk membahas persoalan sampah popok. Namun, penanganan sampah tersebut hingga kini belum dilakukan.
Jual Kantong Sampah Best Quality |
*Info lengkap mengenai harga Kantong Sampah Plastik silahkan klik DISINI
Bila Anda membutuhkan dan ingin memesan Kantong Sampah Plastik atau Plastik Pertanian & Perkebunan untuk budidaya tanaman atau untuk pembibitan atau digunakan untuk yang lainnya dengan harga murah silakan Anda menghubungi kami melalui SMS/CALL/WA pada hari dan jam kerja (Minggu dan hari besar TUTUP)
Customer Service:
Telp: 031- 8830487 (Jam Kerja 08.00 - 16.00 WIB)
Mobile: 0877 0282 1277 / 0812 3258 4950 / 0852 3392 5564
Email: limcorporation2009@gmail.com
Atau chat langsung dengan admin klik salah satu tautan berikut:
CATATAN:
- Minimal order 300 kg/ukuran/warna, ukuran custom
- Harga netto (tdk termasuk PPN)
- Harga franco Surabaya, belum termasuk ongkos kirim ke kota tujuan
- Harga tidak mengikat, bisa berubah setiap waktu
0 Response to "Dampak Dari Sampah Popok Sekali Pakai untuk Lingkungan dan Kesehatan"
Posting Komentar