Masalah Impor Sampah Plastik, Bagaimana Tanggapan Para Menteri?
Kamis, 26 Desember 2019
manfaat kantong sampah plastik,
Pabrik Plastik Sampah di Jakarta,
Plastik Sampah Murah,
ukuran kantong sampah plastik
Edit
Jual Kantong Sampah Plastik Berkualitas – Lim Corporation
"Tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi-menteri Presiden." Itulah ungkapan yang belakangan populer apabila kinerja salah satu menteri Jokowi terkesan berseberangan dengan kebijakan Istana.Ada kesan, menteri yang dituding mbalelo tersebut pada dasarnya bukan sedang mbalelo. Tetapi memang sedang menjalankan perintah Istana.
Bahwa kebijakan yang bagi sebagian pihak kontroversial atau dianggap mengingkari janjinya saat baru dilantik sebagai menteri, adalah atas restu Presiden. Jadi bukan menterinya yang punya visi-misi sendiri, tetapi hanyalah menjalankan skenario yang diamanatkan Presiden.
Baca Juga:
Hal inilah yang perlu ditelisik lebih mendalam untuk mengetahui apakah betul perintah Jokowi sudah dijalankan dengan baik, walau salah satu risikonya adalah mendapat cibiran dari publik akibat pernyataan yang tak konsisten.
Menteri Agama Fahrur Razi adalah salah satu contohnya. Ketika belakangan ia justru 'mengerem' mendadak setelah di awal menjabat memilih tancap gas.
Ternyata masih ada menteri lain yang tak kalah menarik dibahas, yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya. Isu ini pun tak kalah menarik karena menyangkut lingkungan hidup sekaligus dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Ada perputaran uang yang tak sedikit di sana, selain menciptakan ribuan lapangan pekerjaan. Tetapi sayangnya, isu lingkungan seringkali dengan mudah mengalahkan isu ekonomi. Alhasil, publik terkesan gamang menentukan sikap: memilih lingkungan asri atau devisa. Keduanya sangat penting, walau harus memilih satu di antaranya.
Mari kita mulai.
Kisah Menteri Siti 'melawan' perintah Jokowi ini bermula ketika Kementerian LHK sejak sembilan bulan lalu menahan ribuan kontainer berisi bahan baku plastik impor di beberapa pelabuhan seperti di Tanjung Priok dan Batam.
Alasannya, bahan baku plastik tersebut mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Akibatnya, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Ekspor Impor Plastik Industri Indonesia (Aexipindo) terpaksa membayar biaya demurrage (batas waktu pemakaian peti kemas) hingga ratusan miliar rupiah.
Tertahannya bahan baku plastik industri selanjutnya direspon Satuan Tugas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, khususnya Pokja IV bidang Penanganan dan Penyelesaian Kasus, yang diketuai oleh Yasonna Laoly yang juga menjabat Menkumham.
Pokja IV kemudian menerbitkan surat rekomendasi tertanggal 9 Juli 2019 dan 19 Agustus 2019. Dalam surat yang ditandatangani Yasonna Laoly tersebut, terdapat beberapa poin penting menyangkut investasi dan karyawan pabrik plastik yang tak lagi memperoleh pasokan bahan baku.
Antara lain, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi ekspor sebesar 441,3 juta USD, merumahkan karyawan pabrik plastik sedikitnya 20 ribu orang, semakin membengkaknya biaya demurrage, serta hilangnya multiplier effect dari industri itu sendiri seperti di bidang jasa dan perdagangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pokja IV kemudian menerbitkan 3 rekomendasi yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri LHK, serta Aexipindo.
Pertama, Menteri Perdagangan diminta segera menyelesaikan revisi Permendag No 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limban Non B3 dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Menteri tersebut dengan target selesai dalam 2 minggu.
Kedua, Menteri Perindustrian dan Menteri LHK segera menyepakati tingkat kekotoran yang diperbolehkan, mulai dari 5% dan menyusun road map untuk diturunkan secara bertahap sampai 0%.
Ketiga, Aexipindo wajib menaati segala ketentuan hasil revisi Permendag No 31 Tahun 2016. Faktanya, rekomendasi yang diterbitkan Pokja IV ini diabaikan Kementerian LHK.
Ironisnya lagi, Kementerian LHK juga mengabaikan hasil Rapat Terbatas (Ratas) yang digelar Presiden Jokowi pada 28 Agustus 2019. Dalam Ratas tersebut, Presiden memerintahkan bahwa persentase batas impuritas skrap plastik dan kertas adalah sebesar 2% atau di bawah 2%.
Dengan kata lain, impor bahan baku plastik yang tertahan di pelabuhan pada dasarnya telah mendapat jaminan hukum dari Presiden karena batas impuritasnya adalah kurang dari 2%.
Rentetan pembangkangan Kementerian LHK ini kemudian membuat Aexipindo merasa tidak didukung oleh pemerintah sendiri. Kepastian hukum dan kenyamanan investasi justru dihambat dari dalam negeri.
"Pokja IV sudah tanda tangan, Pokja itu kop suratnya berlogo Garuda (Kemenko Perekonomian) yang diketuai Pak Yasonna Laoly. Tapi bisa dilawan sama kop surat akar-pohon (Kementerian LHK). Ini Presidennya tahu tidak?" tegas Ketua Umum Aexipindo Akhmad Ma'ruf Maulana dalam keterangan persnya di Jakarta.
*Info lengkap mengenai harga Kantong Sampah Plastik silahkan klik DISINI
Bila Anda membutuhkan dan ingin memesan Kantong Sampah Plastik atau Plastik Pertanian & Perkebunan untuk budidaya tanaman atau untuk pembibitan atau digunakan untuk yang lainnya dengan harga murah silakan Anda menghubungi kami melalui SMS/CALL/WA pada hari dan jam kerja (Minggu dan hari besar TUTUP)
Customer Service:
Telp: 031- 8830487 (Jam Kerja 08.00 - 16.00 WIB)
Mobile: 0877 0282 1277 / 0812 3258 4950 / 0852 3392 5564
Email: limcorporation2009@gmail.com
Atau chat langsung dengan admin klik salah satu tautan berikut:
CATATAN:
- Minimal order 300 kg/ukuran/warna, ukuran custom
- Harga netto (tdk termasuk PPN)
- Harga franco Surabaya, belum termasuk ongkos kirim ke kota tujuan
- Harga tidak mengikat, bisa berubah setiap waktu
0 Response to "Masalah Impor Sampah Plastik, Bagaimana Tanggapan Para Menteri?"
Posting Komentar